Cerita Rakyat Banten Asal Mula Tanjung Lesung

Berikut ini adalah cerita rakyat Banten mengenai Asal Mula Tanjung Lesung yang sangat terkenal Singkat yang cocok menemani anak-anak sebelum tidur.

Banten Asal Mula Tanjung Lesung

Dikisahkan seorang pengembara bernama Raden Budog yang berasal dari Laut Selatan, yang tinggal bersama Anjing dan Kuda kesayangannya, menjadi legenda dalam sejarah Indonesia.

Dia memutuskan untuk mencari seorang gadis cantik setelah bermimpi bertemu dengannya.

Sebelum pergi, dia membawa golok dan batu asah dan menunggangi Kuda kesayangannya, sedangkan Anjingnya berjalan di depan sebagai penunjuk jalan.

Setelah beberapa hari berjalan, mereka belum menemukan gadis itu, dan Anjing serta Kudanya sangat lelah.

Namun, Raden Budog masih ingin meneruskan perjalanannya, mereka mendaki bukit dan melewati jalanan berbatu, hingga tiba di Gunung Walang.

Kuda kesayangannya tiba-tiba terjatuh dan Raden Budog ikut terjatuh bersamanya.

Mereka berguling-guling di lereng gunung dan Raden Budog meringis kesakitan karena seluruh tubuhnya penuh luka.

Setelah beristirahat sejenak, Raden Budog memakan bekal yang dibawanya sementara Kuda dan Anjingnya mencari makan.

Ketika mereka melanjutkan perjalanan, Raden Budog melihat pelana Kudanya sobek dan tidak bisa digunakan lagi.

Oleh karena itu, dia berjalan kaki dan menuntun Kudanya menuju daerah yang sekarang dikenal sebagai Pilar, sebelum akhirnya meneruskan perjalanan ke Legon Waru.

Di Legon Waru, Raden Budog merasa sangat lelah karena batu asah yang dibawanya sangat berat.

Oleh karena itu, ia meninggalkan batu tersebut di sana, dan sampai sekarang, di Legon Waru terdapat sebuah karang yang bernama Karang Pangasahan, yang merupakan jelmaan dari batu asah milik Raden Budog.

Raden Budog kemudian meneruskan perjalanannya menyusuri pesisir pantai dan pantang menyerah demi menemukan gadis impiannya.

Di tengah perjalanan, dia berteduh di bawah pohon saat hujan lebat dan melihat puluhan ekor penyu muncul dari dalam pasir.

Daerah tersebut kemudian dikenal sebagai Cipenyu.

Meskipun hujan masih turun, Raden Budog tidak ingin membuang-buang waktu dan melanjutkan perjalanannya.

Dia menggunakan selembar daun untuk melindungi tubuhnya dari hujan dan terus berjalan, meskipun hujan semakin deras dan petir menyambar-nyambar.

Dia akhirnya menemukan sebuah gua di bukit karang dan masuk ke dalamnya untuk beristirahat.

Dia menutup pintu gua dengan daun yang dibawanya agar tidak kebasahan dan setelah cukup beristirahat, dia melanjutkan perjalanannya.

Namun, ketika Raden Budog keluar dari gua, ia menemukan bahwa daun yang digunakannya untuk menutup pintu gua telah menempel di pintu dan tidak bisa dilepaskan.

Gua karang tersebut kemudian dikenal sebagai Gua Lang

Raden Budog yang ingin pergi ke desa di seberang sungai, tetapi terhalang oleh banjir yang disebabkan oleh hujan deras.

Dia merasa tidak sabar dan mengeluh tentang situasi tersebut.

Kemudian, daerah tersebut dikenal sebagai Kali Caah atau sungai yang banjir.

Setelah air surut, Raden Budog berhasil menyeberang ke desa tersebut dan menemukan suara tumbukan lesung yang sangat merdu.

Suara itu ternyata berasal dari permainan lesung yang dimainkan oleh gadis-gadis di desa itu.

Salah satu gadis bernama Sri Poh Haci, yang memiliki paras paling cantik di antara gadis-gadis lainnya.

Gadis itu pertama kali menemukan permainan lesung, dan permainan tersebut dinamakan Ngagondang.

Di desa tersebut, permainan Ngagondang merupakan tradisi setiap akan menanam padi.

Namun, permainan ini tidak boleh dimainkan pada hari Jumat karena dianggap sebagai hari keramat.

Raden Budog terus memperhatikan permainan lesung para gadis itu dan terpesona oleh Sri Poh Haci, gadis impiannya.

Namun, ketika ia mengetuk pintu rumah Sri Poh Haci dan meminta tempat bermalam, ia ditolak oleh Nyi Siti, ibu Sri Poh Haci.

Ia kecewa karena tidak dapat bertemu dengan gadis impian dan ia memilih tidur di sebuah dipan bambu yang berada tidak jauh dari rumah itu.

Tiba-tiba, Raden Budog terbangun oleh suara lembut seseorang yang memanggil namanya.

Gadis cantik yang membuat hatinya berdebar, Sri Poh Haci, berdiri di hadapannya dan membangunkannya.

Mereka berkenalan dan akrab, dan kemudian menjadi sepasang kekasih.

Awalnya, Nyi Siti tidak merestui hubungan mereka karena tidak mengetahui asal-usul Raden Budog.

Namun, karena ia melihat putrinya sangat bahagia bersama dengan Raden Budog, akhirnya ia merestui hubungan mereka.

Setelah menikah, Raden Budog dan Sri Poh Haci tetap mempertahankan kebiasaan bermain Ngagondang.

Namun, Raden Budog ingin memainkan lesung setiap hari dan bahkan pada hari Jumat, yang dilarang oleh tradisi desa tersebut.

Istri, mertua, dan para tetangga telah mencoba melarangnya, tetapi ia tetap bersikeras untuk bermain.

Raden Budog pun semakin giat menabuh-nabuhkan lesung, bahkan melompat-lompat mengikuti alunan suara lesung.

Namun, para tetangga hanya tertawa geli dan menganggapnya lucu.

Raden Budog dengan penuh semangat menabuh-nabuhkan lesung.

Ia bahkan melompat-lompat mengikuti alunan suara lesung tersebut.

Namun, tiba-tiba saja, para tetangga menertawakannya dan menyebutnya sebagai lutung.

Raden Budog pun merasa heran dan ketakutan ketika melihat sekujur tubuhnya penuh dengan bulu hitam dan tumbuh ekor yang panjang di belakangnya.

Ketakutan dan malu, Raden Budog lalu berlari ke hutan dan bersembunyi di sana.

Para penduduk pun memanggilnya dengan sebutan Lutung Kasarung.

Sementara itu, istri Raden Budog yang bernama Sri Poh Haci merasa sangat malu dan menyesali perbuatan suaminya.

Sri Poh Haci kemudian kabarnya menjelma menjadi Dewi Padi.

Akibat dari kejadian tersebut, desa tempat tinggal Raden Budog dan Sri Poh Haci kemudian dinamakan Desa Lesung karena letaknya berada di tanjung.

Selain itu, desa tersebut juga diberi nama Tanjung Lesung.

Itulah cerita singkat yang populer, cocok dibacakan untuk anak sebelum tidur berjudul cerita rakyat Banten mengenai Asal Mula Tanjung Lesung, lengkap dengan pesan moralnya

Pesan moral : Asal Mula Tanjung Lesung adalah ikutilah aturan yang berlaku di suatu tempat jangan tidak menghormatinya.

Leave a Comment