Cerita Rakyat Batu Menangis

By | November 11, 2023
Cerita Rakyat Batu Menangis

Berikut ini adalah cerita rakyat Batu Menangis singkat yang sangat terkenal Singkat yang cocok menemani anak-anak sebelum tidur.

Cerita Rakyat Batu Menangis

Zaman dahulu kala, di sebuah bukit kecil yang jauh dari pemukiman penduduk, hidup seorang janda miskin bernama Nyai Mawar bersama anak gadisnya yang bernama Siti.

Siti sangat cantik, bentuk tubuhnya indah, rambutnya ikal terurai panjang.

Ia memiliki poni yang tersisir rapi dengan kening yang sangat halus, sehalus batu cendana.

Namun, sifatnya sungguh buruk.

Ia merupakan seorang gadis pemalas yang tidak pernah membantu ibunya dalam melakukan berbagai pekerjaan rumah.

Nyai Mawar, sang ibu, bekerja keras setiap hari untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka berdua.

Ia membanting tulang dan tak pernah mengeluh.

Namun, Siti hanya suka bersolek dan bermain-main, tidak pernah menghiraukan kesusahan ibunya.

Ia selalu menganggap dirinya sebagai puteri yang pantas dilayani.

Suatu hari, Nyai Mawar mengajak Siti turun ke desa untuk berbelanja.

Meskipun pasar tersebut terletak sangat jauh dari rumah, mereka memutuskan untuk berjalan kaki.

Siti berjalan dengan anggun, mengenakan pakaian bagus, dan bersolek cantik agar diperhatikan orang.

Sementara itu, Nyai Mawar berjalan di belakang dengan membawa keranjang dan mengenakan pakaian yang lusuh.

Karena jarak antara rumah dan pasar sangat jauh, tidak ada seorang pun yang tahu bahwa dua perempuan yang berjalan menuju pasar adalah seorang ibu dan anak.

Ketika mereka memasuki desa, orang-orang desa memandangi mereka dengan rasa kagum.

Terpesona akan kecantikan Siti, terutama para pemuda desa yang bahkan ada yang mengikutinya dari belakang.

Seorang pemuda tampan, bernama Rama, memutuskan untuk mendekati Siti.

Dengan penuh kekaguman, Rama bertanya, “Hai gadis cantik, apakah yang berjalan di belakangmu itu ibumu?”

Siti, dengan sikap sombongnya, menjawab dengan tegas, “Bukan, dia bukan ibuku.

Dia adalah pembantuku!”

Rama terkejut mendengar jawaban itu.

Ia merasa kasihan kepada Nyai Mawar yang berjalan di belakang dengan wajah yang sedih.

Ia memutuskan untuk menyelidiki lebih lanjut.

Rama menghampiri Nyai Mawar dan bertanya, “Nyonya, mengapa gadis itu mengatakan bahwa Anda adalah pembantunya? Saya tidak percaya bahwa seorang ibu bisa diperlakukan dengan begitu.”

Nyai Mawar, dengan kesedihan yang mendalam, menjawab, “Sebenarnya, aku adalah ibunya.

Namun, Siti yang durhaka itu telah mengubah peran kami.

Ia memperlakukan saya dengan kejam dan menganggap saya sebagai pembantu atau budak.”

Rama merasa iba dan memutuskan untuk menyampaikan pelajaran kepada Siti.

Ia mengundang Siti dan Nyai Mawar ke tempat yang sunyi, di bawah pohon tua yang menjulang tinggi.

Rama dengan lembut berkata kepada Siti, “Gadis cantik, sejatinya seorang ibu adalah sosok yang harus dihormati dan diperlakukan dengan penuh kasih sayang.

Tidak sepantasnya kita memperlakukan mereka dengan buruk.

Ingatlah, cinta dan pengorbanan ibu tidak ternilai harganya.”

Siti merasa malu dan menyesal atas perilakunya yang buruk.

Air mata mulai mengalir dari matanya yang indah.

Ia berlutut di hadapan Nyai Mawar, memohon ampun dengan tulus.

“Ibu, ampunilah saya.

Ampunilah aku yang durhaka selama ini.

Tolong, ibu, ampuni anakmu ini!” Siti berteriak sambil meratap dan menangis.

Nyai Mawar yang penuh kasih sayang mengulurkan tangannya dan mengusap lembut pipi Siti.

“Anakku, ibu telah lama memaafkanmu.

Tapi ingatlah, belajarlah dari kesalahan ini.

Jadilah anak yang baik dan hormati orang lain, terutama ibumu sendiri.”

Namun, saat itu sudah terlambat.

Dalam sekejap, tubuh Siti mulai berubah menjadi batu.

Siti mencoba melarikan diri, tetapi perubahan itu tidak bisa dihentikan.

Tangisnya yang penuh penyesalan terus mengalir, dan akhirnya seluruh tubuhnya berubah menjadi batu.

Nyai Mawar, dengan hati yang sedih, merangkul batu yang dulunya adalah putrinya.

Ia berdoa kepada Tuhan untuk memberikan kebahagiaan dan belas kasihan bagi Siti.

Sejak saat itu, batu Siti dikenal sebagai Batu Menangis.

Orang-orang desa yang melewati tempat itu sering mendengar isak tangis yang datang dari batu tersebut.

 

Itulah cerita singkat yang populer, cocok dibacakan untuk anak sebelum tidur berjudul cerita rakyat Batu Menangis singkat, lengkap dengan pesan moralnya

 

Pesan moral dari cerita Batu Menangis adalah Penghormatan terhadap orang tua. Sebagai anak, kita harus menghormati dan menghargai orang tua kita. Mereka memberikan cinta dan pengorbanan tanpa batas, dan karenanya, mereka pantas mendapatkan rasa hormat dan perhatian dari kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *